Janji saya dalam judul artikel ini saya patri di hati saya dulu sekitar 10 tahun yang lalu. Bahkan saya dua kali punya akun facebook dengan teman ratusan hingga ribuan saya hapus. Alasan saya karna berbagai pertimbangan di antaranya zaman dulu itu penggunaan sosmed bagi saya lebih banyak efek negatifnya dan buang2 waktu saja. Hanya untuk ngobrol ga jelas kesana kemari, ketemu teman lama akhirnya CLBK, bahkan selingkuh, konten-konten porno juga belum diatur seketat sekarang.

Zaman dulu itu belum ada orang jualan di sosmed, orang belum tertarik bahkan belum percaya membeli barang di sosmed. Website toko online masih tokcer, jasa pembuatan website toko online juga masih laris. Perusahaan-perusahaan, instansi dan semacamnya lebih membutuhkan website untuk virtual office mereka ketimbang sosmed.

Blogger-blogger juga lebih memilih aktif di platform blog baik blogspot maupun wordpress, disamping untuk eksis di dunia maya juga untuk menghasilkan uang dari iklan adsense, dan semacamnya. Intinya di zaman itu sosmed masih sebagai platform untuk berinteraksi sosial semata.

Lalu bagaimana di zaman sekarang ini? di era generasi z, generasi micin, dan generasi tiktok? Perlukah kita memiliki akun media sosial dan aktif di dalamnya?

Itulah kenapa saya membuat artikel ini, dan perlu saya jelaskan sekilas timeline kenapa saya melanggar janji saya untuk tidak memiliki akun sosmed.

Seiring perkembangan zaman dengan transformasi digital yang begitu cepat, kita mau tidak mau harus bisa menyesuaikan diri. Era tahun 2000 sampai 2010 an, website perusahaan dan website toko online masih merajai di internet. Di zaman itu belum ada marketplace seperti tokopedia, bukalapak, shoppe, lazada, dll. Mulai 2009 – 2010 tokopedia dan bukalapak didirikan, tapi belum populer, belum bisa menggeser dominasi website toko online. Baru sekitar tahun 2014, orang berbondong -bondong jualan di marketplace, masyarakat juga akhirnya terbiasa membeli online lewat marketplace dan berhasil mengubah kebiasaan jual beli masyarakat dari offline ke online.

Zaman itu benar2 zaman emasnya ecommerce marketplace, ditambah lagi setelah berdirinya shopee pada tahun 2015, hingga sekitar tahun 2020 an perlahan tapi pasti shoppe menjadi marketplace tebesar di Indonesia meninggalkan pesaingnya si hijau dan si merah.

Nah, ternyata transformasi digital di dunia commerse tidak berhenti sampai di situ. Sekarang sudah populer istilah social commerce yang secara perlahan akan menggeser website toko online dan marketplace. Karna setelah hampir semua orang memiliki smartphone dengan akses internet dan memiliki aplikasi media sosial, mulai dari facebook, twitter, instagram, youtube sampai tiktok, maka di situlah orang berkumpul. Sehingga di situ pulalah orang akan berjual beli. Beberapa platform juga sudah memiliki fitur jual beli seperti Tiktok Shop, Instagram Shop, FB marketplace dan lain sebagainya. Nanti semua media sosial juga bakal membuat fitur untuk jual beli dengan kemudahan dan kenyamanannya.

Jadi timelinenya website toko online digeser oleh marketplace, dan marketplace sedang digeser oleh social commerce. Tapi jika marketplacenya cerdas, mereka juga akan membuat fitur media social di aplikasi marketplacenya. Shopee sudah melakukan ini dengan fitur video pendek seperti tiktok dan youtube short. Sehingga paling tidak berbagi market share antara media social dan marketplace.

Itulah salah satu pertimbangan saya untuk mengubah paradigma yg dulu ke paradigma sekarang menyesuaikan dengan kondisi zamannya. Yaitu pertimbangan untuk memanfaatkan peluang berbisnis di media sosial.

Selain pertimbangan di atas, ada lagi alasan lain kenapa saya aktif di sosmed, selain untuk hal-hal yang positif, akun media sosial yang aktif juga jadi syarat untuk mendaftar afiliasi marketplace seperti shopee afiliate dan tokopedia afiliate. Ini juga peluang bisnis yang saya abaikan sudah agak lama, nyesel juga sih, ya maklum waktu itu saya tidak punya akun media sosial satu pun karna sudah saya hapus semua sejak dulu. Sekarang harus mengawali lagi dari nol.